Langkah tapak
kakimu mulai terbang seolah – olah aku seorang bidadari bersayap, aku terbang
melewati batas kebahagianku dan berhenti tepat di atas rasa penyesalan. Andai
aku bisa kembali ke masa yang dulu disaat semua otakku penuh dengan tarian.
Menari diatas pecahan kaca, itu yang sekarang aku rasakan, menyesal dalam diam
tanpa ada seorang pun yang tau, bibirku terkunci seakan takut berkata, jikapun
aku berkata mungkin yang keluar hanyalah teriakan penyesalan. Merintih gerakan
dasar menariku, dari langkah awal yang berayunkan lambaian tangan aku pun
menahan tangis dalam hati setiap tapak kakiku menginjak pecahan kaca
dibawahnya.
Aku sudah
menjadi penari paling kuat diatas pecahan kaca ini, tapi bagaimana bisa seorang
manusia terus bertahan dalam rasa “sakit” dan “berdarah” ? aku hanyalah seorang
manusia bukan robot baja yang tidak bisa berdarah, bukan lembaran kertas yang
tidak pernah mengeluarkan air mata. Aku
seorang wanita yang berpura-pura tegar, selalu bisa memberi nasihat tapi tidak
bisa melaksanakannya, apakah aku salah? Ah sudahlah. Penyesalan memang selalu
datang untuk menghukum, pada akhirnya aku hanya bisa terus menari walau aku tau
ada pecahan kaca yang mungkin bisa membunuhku karna membuat darahku habis. Aku
lelah dengan kata lelah itu sendiri, aku harus terus memasang topeng
tercantikku agar tak ada satupun dari mereka yang tau tentang penyesalan ini.
Pr. Chindi Pramana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar