Kamis, 16 Mei 2013

Diujung Penyesalan


Langkah tapak kakimu mulai terbang seolah – olah aku seorang bidadari bersayap, aku terbang melewati batas kebahagianku dan berhenti tepat di atas rasa penyesalan. Andai aku bisa kembali ke masa yang dulu disaat semua otakku penuh dengan tarian. Menari diatas pecahan kaca, itu yang sekarang aku rasakan, menyesal dalam diam tanpa ada seorang pun yang tau, bibirku terkunci seakan takut berkata, jikapun aku berkata mungkin yang keluar hanyalah teriakan penyesalan. Merintih gerakan dasar menariku, dari langkah awal yang berayunkan lambaian tangan aku pun menahan tangis dalam hati setiap tapak kakiku menginjak pecahan kaca dibawahnya.
Aku sudah menjadi penari paling kuat diatas pecahan kaca ini, tapi bagaimana bisa seorang manusia terus bertahan dalam rasa “sakit” dan “berdarah” ? aku hanyalah seorang manusia bukan robot baja yang tidak bisa berdarah, bukan lembaran kertas yang tidak pernah  mengeluarkan air mata. Aku seorang wanita yang berpura-pura tegar, selalu bisa memberi nasihat tapi tidak bisa melaksanakannya, apakah aku salah? Ah sudahlah. Penyesalan memang selalu datang untuk menghukum, pada akhirnya aku hanya bisa terus menari walau aku tau ada pecahan kaca yang mungkin bisa membunuhku karna membuat darahku habis. Aku lelah dengan kata lelah itu sendiri, aku harus terus memasang topeng tercantikku agar tak ada satupun dari mereka yang tau tentang penyesalan ini.

Pr. Chindi Pramana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar